Long Distance Relationship

Sekolah di pesantren kayak gini wajib hukumnya bagi yang mempunyai pasangan untuk berstatus LDR atau Long Distance Relationship. Bukan hanya sekedar LDR biasa dimana jarak merupakan masalah utama sebuah hubungan, di sekolah ini, bagi anak-anak yang terjun dalam LDR harus pintar-pintar membagi waktu hingga kadang di tuntut untuk melanggar peraturan.


Dengan dilarangnya hp di sekolah, berarti jalur komunikasi tinggal satu jalan yaitu melalui wartel sekolah. Perlu diketahui bahwa wartel ini Cuma punya 2 pesawat telpon! Kebayang bagaimana gue harus berebut telepon dengan “pejuang-pejuang” yang lain.


Dulu sebelum angkatan 11 datang, gue adem-adem aja make wartel, secara gue jarang punya saingan. Gue menyebut masa-masa kelas 2 sebagai “masa damai di wartel” karena gue dengan bebas bisa memonopoli telpon hingga 30 menit! Tapi semenjak angkatan 11 berjumlah 76 orang! Dan sebagian besar punya pacar, monopoli gue atas wartel mulai tergeser.


Sejak awal mereka menginjakkan kaki di sini, gue udah mulai was-was. Gue dengan kerennya mulai menghitung peluang gue untuk menelpon lebih dari 20 menit dan hasilnya sangat kecil! Anak-anak angkatan 11 ternyata hobby menelpon! Entah menelpon pacar atau keluarga. Pokoknya jam 7-8 adalah jam sibuk mereka. Gue Cuma bisa berharam jam 8 ke atas situasi udah mulai terkendali alias sepi. Tapi terkadang wartel bisa sangat sibuk sampai kang Opick (Direktur Koprasi sekolah, haha) mulai risih menunggu anak2 selesai menelpon, apa lagi kalau ada yang ngutang.


Dulu gue bisa dengan bebas dalam satu hari menelpon “si Kecil” dari jam 8 sampe jam 8.30. sekarang, jarang gue bisa telp lebih dari 10 menit tampa merasa enggak enak sama anak-anak lain yang mengantri untuk telp. Dulu gue bisa telp si kecil sambil minum Tebs hingga abis! Tapi sekarang boro-boro sempet minum, gue harus stand by di antrian demi dapet jatah nelpon.

Untuk yang berani bawa HP, komunikasi bisa jadi lebih mudah. Namun, resiko hubungan itu terbongkar semakin besar! Oh iya, gue lupa bilang kalau pacaran sebenarnya dilarang oleh pihak sekolah. Jika ketahuan harus segera DI AKHIRI!! Haha. Berarti, LDR itu sendiri sebenarnya merupakan sebuah pelanggaran lho!!


Untuk urusan ketemuan, ini adalah hal yang paling langka! Apa lagi Si kecil dan gue “dobel” LDR-nya. Soalnya gue tinggal di Jakarta dan dia di Bandung. Mau ada di pesantren atau di rumah-pun gue tetep kepisah jarak sama dia.Untuk urusan jarak, bukan gue jawaranya. Gue punya temen yang pacarnya tinggal di Makasar! Bayangin betapa jarangnya mereka bisa telpon-telponan apa lagi ketemuan. Tapi sekarang mereka mesra-mesra aja tuh. Miracle does happen!

Untuk dinamikanya emang berat. Syarat sebuah LDR bisa terbangun, apa lagi dengan kondisi minim fasilitas seperti gue, harus ada kepercayaan yang kuat. Gue merasakan betapa pentingnya untuk percaya sama si kecil karena tanpa kepercayaan, semua bisa hancur. Yang paling penting adalah kita harus percaya bahwa pacar kita memang menyayangi kita. Namun, ketika kita jauh dari dia, kadang kita harus merelakan ia lebih asik berhubungan dengan teman-temannya. Gue sadar gue bukan apa-apa dibandingkan dengan teman-teman si Kecil. So, gue enggak akan ngelarang dia buat main dengan siapapun. Gue sadar siapapun yang sukses dalam LDR pasti mempunyai kedewasaan dan gue udah bertekat akan menjadi seseorang yang dewasa dan enggak bertingkah seperti anak sd lagi!


Majulah para pejuan cinta dari seluruh pelosok boarding dan pesantren se-Indonesia. Tanpa dinamika, cinta bakal BASI!! Ye... hha

2 komentar:

Mawadah Lutfi Utari mengatakan...

ldrnya berhasil mas?

Unknown mengatakan...

Wow paling enak klau ank ldr baca artikel ldr
Ldr itu jaaaaauh lebih membahagiakan dari pada pacaran pake ketemuan ketemuan apalagi pacaran ama ank pesantren yg lebih terjaga pergaulannya.......seru banget

Posting Komentar

my visitors!